Monster Hunt 2 (2018)


Suatu ketika pacar saya pernah berkata bahwa ibunya suka menonton film di bioskop, tapi hanya sebagai media hiburan. “Yang penting gambarnya lezat dilihat”, sebutnya. Saya percaya itu bukan cuma mewakili penonton dari kalangan ibu-ibu, tapi secara umum. Beramai-ramai, entah bersama mitra atau keluarga, mereka tiba mencari eskapisme. Kebanyakan enggan melihat pemandangan sehari-hari di layar. Mereka ingin dihibur, tertawa, terpana, dan jikalau bisa, sedikit disentuh perasaannya. Blockbuster Cina belakangan makin hebat melaksanakan itu sehingga menghasilkan iklim industri yang makin positif.

Monster Hunt 2, selaku sekuel film terlaris keempat sepanjang masa di Cina, sanggup melakukannya. Hebatnya, pencapaian tersebut berlaku ke semua umur. Penonton remaja akan menyukai tingkah konyol tokoh-tokohnya, Wuba yang menggemaskan, juga tata artistik megah dari penataan setting sampai kostum, sementara anak tentu menyukai pertarungan monster-monster berpenampilan bagai huruf kartun. Monster Hunt 2 memang memposisikan diri sebagai tontonan keluarga. An entertaining one.
Tidak ada perjuangan untuk menjadi suguhan cerdas dalam naskah buatan Jack Ng, Sunny Chan, dan Su Liang. Bahkan cenderung memaksa untuk melanjutkan kisah yang telah ditutup manis. Bila film pertamanya ditutup dikala Song Tianyin (Jing Boran) dan Huo Xiaolan (Bai Baihe) merelakan anak monster mereka, Wuba, tinggal di dunia monster, maka kali ini keduanya menyadari bahwa hidup terpisah dengan keluarga bukan hal terbaik bagi Wuba. Dua dongeng terpisah yang merupakan satu rangkaian proses dan sejatinya sanggup dirangkum dalam satu film.

Seperti Wuba yang sulit membisu dan berlarian semaunya tak tentu arah, alurnya bergerak cepat hanya guna melayani satu agresi menuju agresi berikutnya, melompat dari kekacauan satu ke kekacauan lain, tanpa tertarik memaparkan narasi runtut yang solid. Namun menyerupai Wuba pula, alurnya memang hanya ingin bersenang-senang. Pertemuan Wuba dengan Tu Sigu (Tony Leung), seorang penjudi dan penipu beserta asistennya, monster tambun berjulukan BenBen, membuka gerbang petualangan menyenangkan tersebut.
Bersama Tu Sigu lah kita bertemu Zhu Jinzhen (Li Yuchun) dengan metode sanksi uniknya, kegaduhan di kasino, pula kekonyolan sebuah pertunjukan sulap. Kata kuncinya yaitu “imajinatif”. Monster Hunt 2 berbeda dengan suguhan Hollywood yang kerap mengasosiasikan hiburan ringan dengan minimnya kreativitas. Karena bukan “film serius”, Monster Hunt 2 bebas bermain-main dan bereksplorasi tanpa peduli logika, menghasilkan bumbu komedi yang tidak berhenti di tataran slapstick, sampai bermacam-macam cara terkait sanksi aksi, termasuk dalam titik puncak yang enggan asal besar. Walau ada satu momen di titik puncak yang mungkin terlampau mengerikan, bahkan bagi orang remaja sekalipun.

CGI para monster terperinci belum setingkat Hollywood, dan meski penokohannya tidak kompleks, sosok-sosok menyerupai Wuba yang menggemaskan dan BenBen yang lembut bisa merebut hati penonton. Untuk huruf manusia, Bai Baihe mengasyikkan disimak, tetapi Tony Leung  paling menyedot atensi tiap kali  Tu Sigu mengisi layar. Dia lancar menangani porsi komedi juga (tentu saja) drama. Tu Sigu menjadi tokoh terbaik, lantaran ia paling banyak mengalami proses dibanding huruf lain di sini, sampai karenanya bertransformasi. Andai franchise Monster Hunt hendak bergerak ke haluan berbeda, Leung terperinci lebih dari cukup mengisi slot protagonis utama.

Komentar